Kualitas udara di Jakarta pada Jumat, 13 Juni 2025, menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Dengan AQI sebesar 163, kota ini menempati peringkat keenam sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada hari tersebut. Angka ini jauh melebihi ambang batas aman yang ditetapkan oleh WHO, yang menyarankan AQI di bawah 50 untuk kualitas udara yang sehat. Paparan terhadap polusi udara dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan, penyakit jantung, dan stroke, serta berdampak negatif pada perkembangan anak.

1. Apa Itu Indeks Kualitas Udara (AQI)?
Indeks Kualitas Udara (AQI) adalah alat yang digunakan untuk mengukur kualitas udara dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. AQI dihitung berdasarkan konsentrasi lima polutan utama: PM2.5, PM10, ozon (O₃), karbon monoksida (CO), dan sulfur dioksida (SO₂). Nilai AQI berkisar dari 0 hingga 500, dengan kategori sebagai berikut:
- 0–50: Baik (Good)
- 51–100: Sedang (Moderate)
- 101–150: Tidak Sehat bagi Kelompok Sensitif (Unhealthy for Sensitive Groups)
- 151–200: Tidak Sehat (Unhealthy)
- 201–300: Sangat Tidak Sehat (Very Unhealthy)
- 301–500: Berbahaya (Hazardous)
Pada 13 Juni 2025, AQI Jakarta berada pada angka 163, yang masuk dalam kategori “Tidak Sehat” dan berisiko bagi kesehatan masyarakat, terutama kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
2. Penyebab Polusi Udara di Jakarta
Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap polusi udara di Jakarta antara lain:
2.1. Emisi Kendaraan Bermotor
Jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat di Jakarta menjadi salah satu penyumbang utama polusi udara. Emisi gas buang dari kendaraan, terutama yang menggunakan bahan bakar fosil, menghasilkan polutan seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOₓ), dan partikel halus (PM2.5).
2.2. Aktivitas Industri
Kegiatan industri di sekitar Jakarta, termasuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara, juga menyumbang emisi polutan. Proses produksi dan pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi gas rumah kaca dan partikel berbahaya.
2.3. Pembakaran Terbuka dan Kebakaran Hutan
Praktik pembakaran terbuka untuk membuka lahan pertanian dan kebakaran hutan di wilayah sekitar Jakarta dapat menyebabkan kabut asap yang mengurangi kualitas udara. Kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan sering kali membawa asap ke Jakarta, memperburuk kondisi udara.
2.4. Kondisi Meteorologi
Kondisi cuaca, seperti suhu tinggi dan kelembapan rendah, dapat memperburuk polusi udara. Kurangnya angin dan inversi suhu dapat menyebabkan polutan terperangkap di atmosfer, meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah.

3. Dampak Kesehatan dari Polusi Udara
Paparan terhadap polusi udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, antara lain:
- Gangguan Pernapasan: Polutan seperti PM2.5 dapat masuk ke saluran pernapasan dan menyebabkan iritasi, batuk, sesak napas, dan memperburuk kondisi seperti asma dan bronkitis.
- Penyakit Jantung dan Stroke: Paparan jangka panjang terhadap polusi udara dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke.
- Gangguan Perkembangan Anak: Anak-anak yang terpapar polusi udara dapat mengalami gangguan perkembangan paru-paru dan penurunan fungsi kognitif.
- Peningkatan Risiko Kanker: Beberapa polutan udara, seperti benzena dan formaldehida, bersifat karsinogenik dan dapat meningkatkan risiko kanker.
4. Upaya Pemerintah dan Masyarakat dalam Mengatasi Polusi Udara
4.1. Kebijakan Transportasi
Pemerintah DKI Jakarta telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengurangi emisi dari sektor transportasi, antara lain:
- Pembatasan Kendaraan Bermotor: Penerapan sistem ganjil-genap dan pembatasan kendaraan bermotor di area tertentu untuk mengurangi kemacetan dan emisi.
- Pengembangan Transportasi Umum: Peningkatan layanan transportasi umum seperti MRT, LRT, dan bus TransJakarta untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
- Insentif untuk Kendaraan Listrik: Pemberian insentif bagi pengguna kendaraan listrik untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan.
4.2. Pengelolaan Industri dan Energi
Upaya untuk mengurangi polusi dari sektor industri dan energi antara lain:
- Penggunaan Energi Terbarukan: Peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa untuk menggantikan bahan bakar fosil.
- Pengawasan Emisi Industri: Penerapan standar emisi yang ketat bagi industri dan pembangkit listrik untuk mengurangi polusi udara.
- Pengelolaan Sampah dan Limbah: Peningkatan pengelolaan sampah dan limbah industri untuk mencegah pembakaran terbuka yang dapat menghasilkan polusi udara.
4.3. Kesadaran Masyarakat
Masyarakat juga dapat berperan aktif dalam mengurangi polusi udara, antara lain:
- Menggunakan Transportasi Umum: Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum untuk mengurangi emisi.
- Menggunakan Energi Efisien: Menggunakan peralatan rumah tangga yang hemat energi dan mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan.
- Menanam Pohon dan Vegetasi: Menanam pohon dan vegetasi di sekitar lingkungan untuk menyerap polutan dan meningkatkan kualitas udara.
5. Rekomendasi untuk Warga Jakarta
Menghadapi kualitas udara yang buruk, warga Jakarta disarankan untuk:
- Memantau Kualitas Udara: Menggunakan aplikasi atau situs web pemantauan kualitas udara untuk mengetahui kondisi terkini.
- Menghindari Aktivitas di Luar Ruangan: Membatasi aktivitas di luar ruangan, terutama bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
- Menggunakan Masker: Menggunakan masker yang dapat menyaring partikel halus saat berada di luar ruangan.
- Menutup Jendela dan Menggunakan Penyaring Udara: Menutup jendela rumah dan menggunakan penyaring udara untuk mengurangi paparan polusi.

6. Kesimpulan
Kualitas udara di Jakarta pada 13 Juni 2025 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, dengan AQI sebesar 163 yang masuk dalam kategori “Tidak Sehat”. Penyebab utama polusi udara di Jakarta antara lain emisi kendaraan bermotor, aktivitas industri, pembakaran terbuka, dan kondisi meteorologi. Paparan terhadap polusi udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan pernapasan, penyakit jantung, dan gangguan perkembangan anak. Upaya pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi masalah ini, termasuk kebijakan transportasi yang ramah lingkungan, pengelolaan industri dan energi yang berkelanjutan, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kualitas udara.